Saat
beberapa menit pertama menonton film ini, kita akan tahu bahwa Dunkirk adalah
nama sebuah daerah, tepatnya di Prancis bagian utara. Daerah ini sudah dikepung
oleh tentara Jerman dari segala penjuru.
Ketegangan dibuka
dengan rentetan peluru dan adu tembak di darat. Sebelum kemudian kamera
menyorot sebuah pantai. Pelabuhan. Ratusan ribu tentara Inggris berbaris,
bersiap untuk pulang. Mereka menunggu giliran menaiki kapal besar. Saat itulah
tampil Tommy (Fionn Whitehead) membawa tandu berisi tentara yang tewas ke dalam
kapal. Ia dan temannya bisa secara leluasa menerobos antrian.
Ketika
kapal sudah mulai berlayar, serangan dari udara bertubi-tubi datang. Sebagian badan
kapal hancur. Korban berjatuhan. Para tentara menyelamatkan diri. Di saat yang
sama, Christopher Nolan, sutradara film Dunkirk ini, menyuguhkan dua alur
cerita lainnya. Dua upaya penyelamatan yang dilakukan oleh angkatan udara
Inggris dan satu lagi, seorang kakek (Mark Rylance) dan putranya dengan kapal
kecil.
Sepanjang
film berlangsung, ketegangan demi ketegangan dijamin akan dirasakan penonton. Satu
dari tiga pesawat Inggris ditembak jatuh, lalu menyusul satu lagi. Sang kakek
menyelamatkan mereka saat terkatung-katung di laut. Kapal kecil itu pula yang menyelamatkan
puluhan tentara Inggris yang terapung di lautan dengan minyak yang melumuri
badan.
Bagian ini
yang paling saya sukai. Saat perang di udara terjadi. Menurut saya sangat keren
bagaimana membuatnya tampak nyata. Pilot pesawat tempur di-shoot dari jarak dekat, sehingga penonton tidak hanya bisa melihat
kondisi pesawat, tapi juga psikologis dan daya juang pilotnya.
Pesawat terakhir
yang akhirnya bisa mendarat dengan selamat meski kehabisan bahan bakar,
berhasil menembak jatuh pesawat Jerman yang sedang menggepur kapal tentara
Inggris. Tapi naas, ia tetap harus mendarat di Dunkirk. Sebelum ditangkap oleh
tentara Nazi, ia membakar pesawatnya. Tentu agar pesawat itu tidak
disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh musuh.
Sebuah
review dari BBC yang ditulis oleh Caryn James menyebut bahwa Dunkirk adalah
film perang yang sempurna. Namun saya memiliki pandangan berbeda dari James. Harus
diakui Nolan menggarap Dunkirk sangat bagus dari sisi alur dan teknik kamera.
Menyaksikannya, seolah-olah sejarah sedang diputar ulang, seolah-olah penonton
terlibat dan hadir dalam medan pertempuran.
Tetapi satu hal yang sekaligus
menurut saya menjadi kelemahan film ini: terlalu banyak tokoh.
Terlalu banyak
tokoh sehingga kita seolah-olah kehilangan fokus, tentang siapa pahlawan yang
hendak diketengahkan. Dalam sebuah perang, sejatinya memang setiap tentara
adalah pahlawan. Mereka yang menyelamatkan para tentara juga bisa disebut
pahlawan. Tetapi penonton perlu tokoh utama, tokoh yang seharusnya ia adalah
hero di antara para hero.
Mungkin
Nolan berpikir, itu akan membuatnya telihat sangat fiksi. Ya! Memang itulah
yang membedakan film sejarah dan dokumenter. Tak ada masalah dengan alur dan
konflik, tapi penonton butuh tokoh yang hadir membawa harapan mereka, membuat
mereka terguncang ketika tokoh kita itu terguncang. Ia harus paling dominan dan
seolah-olah memiliki jasa paling besar dalam operasi penyelamatan.
Andai film Dunkirk
memiliki itu, saya yakin ia layak mendapatkan bintang lima. Bahkan dinobatkan
sebagai salah satu film perang yang paling menarik sepanjang masa.
Pengulas: Rafif Amir
0 komentar:
Posting Komentar