Saat
menonton Curfew, saya tidak tahu kalau film pendek ini menyabet piala Oscar
tahun 2012. Ini film yang menyedot rasa penasaran saya, sejak menit pertama.
Seorang laki-laki bernama Richie (Shawn Christensen) berendam dalam bathup,
sementara tangannya mengeluarkan darah. Kemudain telpon bordering. Dari seorang
wanita yang entah siapa, memohon padanya agar menjaga anaknya selagi ia pergi.
Maggie (Kim
Allen) nama perempuan itu. Awalnya saya mengira ia kekasih atau mantan istri
Richie. Belakangan saya tahu, lewat dialog singkat dalam film, bahwa Maggie
adalah adik kandung Richie. Maggie memiliki masalah dengan suaminya. Ia korban
KDRT.
Richie
mengantar Shopia (Fatima Ptacek), gadis cantik yang cerdas, jalan-jalan ke
tempat permainan bowling. Di tempat itulah mereka membangun kedekatan.
Bercerita, hadiah flipbook dari Richie yang berkesan, dan musik yang mengantar
Shopia menari bahagia.
Saat
ending, barulah saya menyadari bahwa Richie sedang berusaha bunuh diri dengan
mengiris pergelangan tangannya. Dan telpon berdering kembali. Dari Maggie.
Richie memutus kabel telpon. Tetapi kemudian memasangnya kembali. Maggie
memintanya agar menjaga Sophia sepanjang waktu.
Inilah awal
kehidupan bagi Richie, dan permulaan kebahagiaan bagi Maggie, serta kebersamaan
yang menyenangkan bagi Sophia.
Mari kita
bedah lebih jauh film yang digarap sendiri oleh Shawn Christensen ini.
Film Curfew
ditutup dengan sebuah harapan, setelah kesedihan dan kesepian yang dialami oleh
tiga orang tokoh. Curfew adalah kisah tentang bagaimana menghargai kehidupan.
Dan bagaimana keputusan yang tepat telah menyelamatkan kehidupan pribadinya
sekaligus kehidupan orang lain. Tuhan menyelamatkan Richie lewat Maggie dan
Shopia, keponakannya. Sementara Tuhan juga memberikan kebahagiaan kepada Maggie
dan Shopia lewat Richie. Dalam kehidupan nyata, ini sangat mungkin terjadi.
Anak-anak
seringkali menjadi peletup agar kita senantiasa mensyukuri anugerah kehidupan
ini. Mereka memiliki harapan, mereka memiliki masa depan, mereka memeluk
kebahagiaan. Ingatlah kembali masa kanak-kanak kita yang begitu indah dan
ceria. Lalu perlahan-lahan keindahan itu dirampas peristiwa demi peristiwa,
masalah demi masalah yang membelit kepala di usia dewasa. Padahal seharusnya,
masalah-masalah itulah yang menjadikan kita tegak sebagai seorang manusia.
Bahwa kitalah yang menciptakan kebahagiaan itu, jangan biarkan kita ambruk dan
menyerah.
Dua tahun
setelah film ini menyabet Best Live
Action Short Film, konon film dalam versi panjangnya tayang dengan judul
Before I Disappear.
Pengulas: Rafif Amir
0 komentar:
Posting Komentar