Ketika menonton film Cesar Chavez, ingatan saya tiba-tiba melayang pada sebuah tragedi yang menyayat hati. Tragedi Rabiah Al-Adawiyah di ...

Home » , » Cesar Chavez, Perjuangan Tanpa Kekerasan

Cesar Chavez, Perjuangan Tanpa Kekerasan

Ketika menonton film Cesar Chavez, ingatan saya tiba-tiba melayang pada sebuah tragedi yang menyayat hati. Tragedi Rabiah Al-Adawiyah di Mesir. Jutaan orang turun ke jalan, menuntut legitimasi Presiden Mursi yang dirampas segera dikembalikan. Aksi tanpa kekerasan itu disambut dengan berondongan peluru tajam. Tetapi mereka bertahan, mereka tidak melawan. Ribuan dari mereka berguguran, sebagian dipenjara, namun perlawanan terus berjalan.

Cesar Chavez yang sekaligus nama pejuang kemanusiaan, tokoh dalam film ini, melawan ketidakadilan terhadap para pekerja yang dilakukan oleh para pemilik modal. Buruh-buruh pemetik anggur yang digaji 2 dollar per hari. Chavez bersama istri dan temannya memulai perjuangan itu dengan mengadakan pertemuan bersama mereka, lalu membentuk sebuah perkumpulan.

Kian hari, anggota dan pendukung perkumpulan yang didirikan Chavez semakin banyak. Hal ini meresahkan pemilik usaha. Dibantu polisi, mereka berupaya menggagalkan aksi Chavez. Tak segan, mereka melakukan ancaman dan kekerasan. Tetapi perjuangan Chavez tak surut ke belakang. Ia bersama para pengikutnya melakukan longmarch, untuk menyuarakan pada dunia yang lebih luas lagi, mengajak sebanyak mungkin orang untuk melakukan aksi boikot terhadap produk anggur victorre. Para pekerja juga melakukan aksi mogok besar-besaran.
berdasarkan kisah nyata di California, 1962
Cesar Chavez dan pengikutnya
Para pengusaha dibuat kelabakan. Sementara itu, para pengikut Chavez mulai melakukan aksi kekerasan. Chavez menentangnya. Ia berpidato di hadapan para pengikutnya:
“Tiga hari sudah aku berhenti makan. Aku akan terus puasa makan sampai semua orang dalam masa-masa kita yang indah berjanji pada diri sendiri untuk tidak melakukan kekerasan. Kita terus maju bersama atau tidak sama sekali!”

Cesar Chavez membuktikan ucapannya. Ia benar-benar mogok makan. Tubuhnya semakin lemas. Untuk menghentikan itu, teman dekatnya membuat semacam nota kesepahaman bahwa para pengikut Chavez tidak akan melakukan kekerasan. Mereka yang setuju harus menandatangani kesepakatan itu.
Semakin hari semakin banyak yang datang untuk membubuhkan tandatangan. Hingga hari ke-25 dari aksi mogok Chavez, ia dibopong menemui pastur. Disambut ratusan pengikutnya. Ia menelan roti untuk pertama kalinya.

Sahabat Chavez berkata, “Kami butuh sang pemimpin bukan seorang martir.” Ia tidak ingin Chavez menumbalkan dirinya dalam perjuangan. Ia ingin Chavez tetap tampil berdiri sebagai seorang pemimpin.

Karena memang perjuangan mereka belum berakhir. Presiden Richard Nixon tampil berkuasa. Perusahaan anggur milik Boganovich Senior (John Malkovich) mendapatkan pasar baru di Eropa atas bantuan penguasa. Mengetahui itu, Cesar Chavez (Michael Pena) tidak tinggal diam. Ia pergi ke Eropa dan menyuarakan kembali apa yang ia perjuangkan. “Tak ada makanan di meja kalau mereka (para pekerja) tak ada,” ungkap Chavez. Aksi boikot pun mengalir deras di Eropa. Perusahaan anggur victorre di ambang kebangkrutan.

Pemilik usaha akhirnya memutuskan menandatangi kesepakatan damai dan menaikkan gaji para karyawannya dengan layak, setelah 5 tahun perjuangan yang dirintis oleh Chavez bersama istri (America Ferrera) dan teman-temannya.

Film garapan Diego Luna ini menyisipkan pesan berharga, terlepas apakah film ini adalah film propaganda atau bukan, bahwa kesabaran adalah modal besar dalam perjuangan. Seandainya Chavez mengizinkan pengikutnya melakukan kekerasan, pasti perjuangan mereka akan sia-sia. Akan lebih mudah menangkap, membunuh, dan memperkarakan mereka. Tapi Chavez memilih jalan damai tanpa kekerasan utnuk menyelesaikan perjuangan. Ia berhasil melakukannya.

Pesan lain yang disisipkan dalam film ini adalah, memimpin adalah berkorban. Chavez selalu ikut turun ke jalan, berada di depan ketika konflik dengan aparat terjadi. Ia bahkan, tak ada waktu dengan anak sulungnya Fernando, di saat yang sama ia membutuhkan kehadiran sang ayah.

Dan begitulah sejatinya hakikat perjuangan. Pengorbanan. Ya, pengorbanan.
Pengulas: Rafif Amir

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.