Jauh sebelum pemenang Oscar diumumkan, saya sering melihat cover film Parasite berseliweran di media sosial. Tapi saya belum punya alas...

Home » , » Parasite, Sebuah Kritik Sosial yang Cerdas dan Tajam

Parasite, Sebuah Kritik Sosial yang Cerdas dan Tajam


Jauh sebelum pemenang Oscar diumumkan, saya sering melihat cover film Parasite berseliweran di media sosial. Tapi saya belum punya alasan kuat untuk menontonnya.

Sampai kemudian, Parasite digadang-gadang sebagai kandidat kuat peraih Oscar, saya masih belum terlalu ingin untuk menontonnya. Sekilas melihat cover, saya tahu bahwa Parasite adalah film Korea bergenre drama. Tetapi tampak sekali adalah suasana murung di dalamnya. Saya menduga, bahwa akan ada kisah tentang pembunuhan.

Dan ternyata benar!

Setelah Parasite diumumkan sebagai peraih Oscar -- film Asia pertama yang meraih Oscar. – saya mulai menyempatkan diri untuk menonton film ini.

Prolog yang biasa. Tak ada kesan “wah” atau “wow”. Hanya tentang keluarga Ki-taek (Song Kang Ho) yang bisa dibilang pas-pasan. Hidup serumah bersama istri dan dua anaknya yang telah dewasa.
Cerita mulai menarik, ketika Ki-woo (Choi Woo Shik), anak laki-laki Ki-taek melamar menjadi guru privat di sebuah keluarga kaya raya. Rumah megah dan luas. Tentu saja, bayarannya pun mahal.

Ki-woo mulai dipercaya sebagai guru privat yang baik dan cerdas. Apalagi, gadis yang ia ajar diam-diam menaruh hati.

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Ki-woo. Ia mencari cara agar kakaknya juga bisa bekerja di rumah itu. Ia mendapatkan ide.

Parasite, sebuah film besutan sutradara Bong Joon-ho ini memiliki keunggulan dalam segi penokohan yang kuat. Karakter dari setiap pemainnya diolah dengan apik dan meyakinkan. Termasuk bagaimana keluarga Ki-taek memainkan sandiwaranya. Nyaris sempurna.

Mungkin sempurna, andai saja tak ada kisah menegangkan dengan mantan pembantu keluarga Park. Di ruang bawah tanah!

Perbedaan strata sosial digambarkan dengan jelas dalam film ini. Bagaimana seorang yang miskin kadang bisa lebih cerdas sekaligus culas. Sementara orang kaya seperti Park menjadi sangat naif dan mudah dibodohi.

Tapi tetap saja, kekayaan yang dibangun atas dasar kebohongan akan mudah rapuh. Apalagi, kebohongan itu disertai dengan ketamakan, menipu dan menjebak orang. Mula-mula hanya ingin menjadi pembantu saja, hanya ingin menjadi supir saja, hanya ingin menjadi guru les saja. Lama-lama ingin menguasai seluruh rumah dan isinya.

Keserakahan tak jarang membuat manusia berani berlaku kejam. Akhir film ini ditutup dengan tragedi. Komedi di awal, ketegangan di akhir.

Ada yang menarik dan menyita perhatian saya. Kenapa Kim (Ki-taek) membunuh Park. Apa salah dia? Bukankah dia telah menjadi majikan yang baik selama ini? Psikologi kebanyakan penonton mungkin mengatakan demikian. Tapi karakter Kim justru menunjukkan sebaliknya. Kecemburuan sosial. Kebencian, terutama ketika Kim mendengar obrolan Park dan istrinya. Park mengatakan bahwa bau Kim khas. Sesaat sebelum Park dibunuh, ia menutup hidung dan bisa saja itu membuat Kim tersinggung. Apalagi saat itu dalam kondisi kalut. Anaknya tertusuk dan luka parah.

Parasite, menurut saya, belum terlalu bagus untuk sebuah tontonan yang menghibur. Tapi ia cukup tajam dan cerdas, untuk kritik sosial. Untuk sebuah potret kehidupan masyarakat yang layak direnungkan dalam-dalam. [rafif]

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.